#31HariMenulis Hari ke-4
Selain mengubah perilaku konsumen muslim saat Ramadhan dan lebaran, Corona akhirnya mempercepat transformasi konsumen muslim di Indonesia menjadi “Muslim 4.0”.
Muslim 4.0 hadir dengan tiga pergeseran atau megashift yaitu mereka menjadi semakin digital, semakin spiritual dan semakin empatik.

Mari kita lihat bagaimana transformasi konsumen muslim secara digital, secara umum ada 5 tren besar sebagai berikut.
1. Ngaji-gital
Dakwah sebagai salah satu misi Islam berkembang dengan cepat melalui media konvensional sampai dengan digital. Dakwah yang selama ini dilakukan dengan metode pendekatan ceramah dan tabligh atau komunikasi satu arah (one way), menjadi tidak cool lagi di mata muslim milenial.
Apalagi di masa pandemi wabah Corona, dimana aktivitas ibadah di masjid semakin dibatasi, membuat ngaji secara digital akan semakin mainstream. Ngaji melalui WA group, Youtube, podcast hingga live streaming dengan Zoom akan menjadi kenormalan baru setelah wabah ini selesai nanti.
2. Muslim – Commerce
Indonesia memiliki pasar muslim yang gurih dengan populasi terbesar di dunia. Dalam buku “Marketing to the Middle Class Muslim” dijelaskan bahwa kelas menengah muslim semakin kaya, semakin relijius. Hal ini mengakibatkan pergeseran perilaku dalam konsumsi yang mereka lakukan, termasuk ke arah digital.
Dalam beberapa tahun terakhir mulai banyak bermunculan layanan e-commerce atau marketplace online yang khusus membidik pasar muslim. Berbagai produk ditawarkan dari makanan, fashion, kosmetik hingga jasa keuangan maupun wisata.
3. Muslim-Friendly Content
Tumbuhnya pasar muslim di Indonesia berbanding lurus dengan munculnya media dan konten-konten bernafaskan islami, khususnya di ranah digital. Media online tumbuh bak jamur di musim hujan, begitu pula content creator bertema muslim bertebaran di berbagai kanal media social seperti Instagram atau Youtube.
Salah satu yang fenomenal adalah serial Nussa yang belakangan menjadifavoeit bagi anak-anak dan mamah-mamah milenial muslim. Nussa merupakan sebuah animasi yang tayang di YouTube sejak 2018 serta TV nasional.
Animasi ini menceritakan kehidupan sehari-hari Nussa, Rarra, serta Umma (ibu) mereka. Serial ini mengajarkan nilai moral penting bagi anak-anak, sekaligus juga sifat-sifat dasar dan terpuji yang harus dimiliki umat Muslim. Sekarang animasi ini memiliki lebih dari 5 juta subscribers.
Setelah meraih penghargaan sebagai pemenang dalam kategori “Film Animasi Pendek Terbaik” pada gelaran Piala Citra 2019, film animasi Nussa garapan studio The Little Giantz akan tayang di bioskop pada 2020.
4. Muslizen
Perkembangan teknologi dan dunia digital telah turut mengubah perilaku dan gaya hidup muslim zaman now. Terlebih adanya wabah Covid-19 mempercepat literasi digital di kalangan konsumen muslim.
Sebagai segmen yang digital savvy, muslim zaman now tidak mudah lepas dari bagian gaya hidup digital, khususnya media sosial. Mereka mencari informasi, mendapatkan kabar, berbagi pengetahuan, dan pamer apa yang mereka miliki melalui media sosial.
Aktivitas kehidupan sehari-hari pun juga mulai beralih di digital. Mulai dari mencari informasi melalui media-media digital, belanja melalui e-commerce, aktivitas finansial dengan fintech, traveling hingga ta’aruf secara online. Hal ini membuat munculnya banyak start-up digital yang spesifik membidik muslim milenial.
Dalan hal travel misalnya ada Halaltrip atau PergiUmroh. Untuk E-Commerce ada Hijup atau Tokopedia Salam. IndVes, Kitabisa hingga LinkAja Syariah mengisi layanan fintech. Bahkan untuk aplikasi taaruf atau muslim dating ada Minder atau Muzmatch.
5. Sharia Blockchain
Seiring dengan konsumen muslim yang semakin tech-savvy dan melek digital, penggunaan tekonologi 4.0 pun semakin massif dalam memberikan solusi untuk pasar muslim. Diantaranya adalah pemanfaatan blockchain untuk sertifikasi halal dan wakaf.
Seperti yang dilakukan WhatsHalal, sebuah startup dari Singapura yang memiliki platform yang mempermudah proses sertifikasi halal dari hulu ke hilir melalui teknologi blockchain.
Dengan blockchain, memungkinkan sebuah produk dilacak dan dicatat kadar kehalalannya mulai dari hasil panen petani, proses manufaktur, restoran dan peritel, hingga di tangan konsumen. Dengan kata lain, tenaga, biaya, dan waktu untuk menguji kadar halal suatu produk bisa dipangkas karena semua sudah diagregasi ke dalam blockchain.
Penggunaan blockchain untuk sertifikasi halal ini didasari banyaknya data yang dikumpulkan, disimpan, dan diolah dalam proses sertifikasi. Selain itu pemanfaatan blockchain ini bertujuan mendorong aspek transparansi dan kemanan layanan mereka.
Leave a Reply