#31HariMenulis Hari ke-5
Ada yang berbeda dari notifikasi grup WA pagi ini. Seorang kawan ASN yang cukup tenar di jagad maya mengabarkan sebuah berita lelayu yang cukup mengejutkan. The Godfather of Broken Heart, H.E Didi Kempot berpulang ke haribaan Ilahi.
Sontak saya tercengang seakan tak percaya. Segera saya cek di linimasa Twitter yang biasanya paling update dengan kabar terkini. Dan ternyata benar, berita itu nyata. Sang maestro benar-benar pergi. Bak disambar petirnya Thor di siang bolong – tapi masih pagi sih – saya langsung membatalkan puasa mencuit belasungkawa untuk beliau. #RIP

Memori saya bergerak kembali menuju awal tahun 2000-an, memulai “perkenalan” saya dengan Sang Maestro. Saat itu saya lagi demen-demennya nonton telenovela saat senja menjelang temaram malam. Ketika jeda adzan maghrib sembari menunggu lanjutan episode Cinta Paulina, TPI memutar dulu lagu-lagu campursari dimana Didi Kempot mendominasi playlist setiap hari.
Saya segera ngefans dengan lantunan sendu nan jenaka sang maestro. Berbagai nomor hits saat itu seperti Kunchung, Stasiun Balapan, sampai Sewu Kutho menghiasi hari-hari indah masa SMP, walaupun belum pernah merasakan keambyaran atau patah hati yang sebenarnya.
Saat itu pengalaman patah hati saya baru sebatas ketika mendengar rumor Enno Lerian diperkosa yang ternyata hoax, atau Lala disiram air keras sama kakak kelasnya yang cemburu di sinetron Bidadari.
#####
Sewu Kutho, dari Stasiun Balapan hingga Parangtritis
Beranjak dewasa, dan kebetulan mendalami ilmu marketing, saya menyadari satu hal tentang Lord Didi. Ketika khalayak menganggap sang maestro sebagai simbol loro ati, saya justru berpikir yang lain.
Saya tersadar bahwa jasa terbesar Lord Didi adalah mempromosikan kota-kota atau destinasi wisata melalui tembang-tembang hits-nya. Lord Didi telah melewati seribu kota melalui Sewu Kutho, sebuah prestasi yang layak diapresiasi. #eaaa
Sang legenda telah mempopulerkan Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, Tanjung Mas, Parangtritis hingga salah satu destinasi super prioritas; Mandalika. Lord Didi bahkan menjadi ‘duta’ geopark gunung sewu dengan mengangkat Nglanggeran melalui lagu Banyu Langit, dan tembang Pantai Klayar Pacitan.
Kalau ada persona yang layak dianugrahi duta pariwisata dan berhak dapat kucuran dana influencer 72M itu sudah tentu adalah beliau. Didi Kempot adalah sebenar-benarnya duta Wonderful Indonesia!
Rasane kepengin nangis
Yen kelingan Parangtritis
Neng ati koyo di iris
#####
Setahun terakhir Lord Didi seakan terlahir kembali setelah bertahun-tahun “menghilang”. Generasi Milenial yang sedang naik daun butuh ikon dan simbol yang mewakili anxiety keambyaran dan kerapuhan mereka menghadapi antepe dunyo.
Didi Kempot mencapai puncak kepopuleran dan segera meninggalkannya.
Sugeng tindak, pakdhe… karyamu akan selalu terpatri menjadi obat loro ati.
Bagi saya puncak karir Didi Kempot adalah akhir 90-an. Satu tahun terakhir, Didi Kempot hanya seperti ingin berpamitan. Mengajak mereka yang bersedih dan patah hati untuk tetap bergoyang dan tetap menjalani hidup dengan apa adanya.
Husni Efendi , Penulis cum Fotografer

*credit foto atas dan bawah oleh Pio Kharisma*
Leave a Reply