#31HariMenulis Hari ke-11
Tahun lalu, saya menulis buku “Millennial Kills Everything” yang viral dan menjadi best seller di toko buku. Buku itu menceritakan bagaimana perubahan perilaku pada generasi milenial secara langsung maupun tidak langsung telah “membunuh” berbagai produk, perilaku hingga industri yang tadinya mapan.
Begitu pula ketika negara api Corona datang menyerang, tiba-tiba praktek “pembunuhan” ini kembali terjadi. Corona juga turut mendisrupsi atau “membunuh” berbagai produk, industri hingga perilaku konsumen.
Tenang, jangan nge-gas dulu, tentu saja tidak benar-benar terbunuh, namun Corona membuat hal-hal tersebut sementara ini turun atau jatuh, hingga nanti kondisi kembali notmal.

Saya akan memaparkan 10 hal apa saja yang telah dibunuh oleh Corona. Seperti biasa, saya pecah menjadi 2 bagian masing-masing 5 poin biar tidak terlalu panjang. Mari kita bedah satu-persatu.
1. Prostitusi
COVID-19 memaksa setiap orang menjaga jarak dan tidak melakukan kontak fisik. Hal ini menjadi mimpi buruk bagi dunia prostitusi yang by-default membutuhkan aktivitas yang contact-intensive dan intimate-intensive. Tak heran prostitusi adalah salah satu yang paling terdampak oleh adanya pandemi. Di seluruh dunia para PSK (pekerjan seks komersial) tak bisa mendapatkan income karena tak ada lagi konsumen.
“We are facing a massive crisis,” kata Niki Adams dari English Collective of Prostitutes, organisasi nirlaba yang mewadahi para PSK di Inggris seperti ditulis The Guardian (13/4). Sementara di India, seorang PSK Neva (bukan nama sebenarnya) mengatakan, “If the situation persists, there will be only one option left for me: suicide,” seperti dilaporkan DW (Deutsche Welle).
2. Barbershop – Salon – Spa
Di tengah pandemi virus corona atau Covid-19, banyak orang mulai kebingungan saat ingin pergi ke salon, barbershop atau tempat potong rambut. Mereka khawatir hal itu meningkatkan risiko penularan virus tersebut. Salon, barbershop dan spa plus-plus masuk dalam daftar layanan yang mesti ditutup saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Seperti diketahui, Covid-19 sejauh ini menular lewat kontak dekat dan juga melalui percikan air liur. Ada risiko penularan yang signifikan. Seorang pekerja salon/barbershop biasanya akan memotong rambut dari depan dan juga belakang dengan cermat. Karenanya masyarakat akhirnya memilih untuk sementara memotong rambut sendiri (self cutting) atau melakukan perawatan tubuh secara mandiri.
3. Event Organizer
Seiring menurunnya industri MICE di masa Corona, bisnis event organizer (EO) pun turut terkena dampaknya. Industri EO di Tanah Air berpotensi rugi besar akibat wabah ini dengan estimasi potensi kerugian dari 1.218 EO di Indonesia berkisar Rp 2,69 triliun sampai Rp 6,94 triliun.
Menurut Dewan Industri Event Indonesia (Ivendo) saat ini sedikitnya 50 ribu pekerja kreatif di industri event terancam kehilangan pekerjaan. telah terjadi 96,43 persen kasus penundaan dan 84,86 persen pembatalan event di 17 provinsi pasca pengumuman resmi pemerintah tanggal 2 Maret 2020.
Di samping itu, para organizers juga mengalami potential loss pada dana-dana yang sudah telanjur dibayarkan atau terlanjur diproduksi. Tantangan lainnya adalah pinalti-pinalti atas adanya penundaan & pembatalan yang diterapkan mitra bisnis seperti dari maskapai, hotel, tempat kegiatan, manajemen artis, dan lainnya.
4. Klinik Gigi
Selama pandemi Covid-19, tidak hanya mal, kantor, atau sekolah yang tutup sementara, tapi juga tempat praktik dokter gigi. Jika tidak ada situasi darurat, masyarakat diminta tidak ke klinik atau dokter gigi dulu.
Tenaga medis yang rentan terhadap penularan Covid-19 ternyata bukan hanya dokter atau perawat yang bekerja di unit perawatan intensif saja, tapi juga termasuk dokter gigi. Dokter gigi kerap berkontak langsung atau tidak langsung dengan cairan pasien, material pasien, dan instrument gigi, serta permukaan yang terkontaminasi di ruang perawatan gigi.
Kasus penularan dari pasien ke dokter gigi juga sudah terjadi di beberapa tempat. Di Jerman misalnya, ada kasus transimisi virus dari pasien Covid-19 tanpa gejala. Sementara di tanah air juga diketahui ada beberapa dokter gigi yang tertular virus ini dan meninggal dunia.
5. Toko Oleh – Oleh
Sejalan dengan penutupan tempat-tempat wisata dan penerapan PSBB, jumlah wisatawan terus menurun yang berdampak pada industri oleh-oleh atau souvenir di destinasi wisata.
Sebut saja jaringan pasar Oleh-oleh dan barang kerajinan yang berkantor pusat di Bali, Krisna Group akhirnya merumahkan 1.200 orang karyawannya sebagai imbas dari pandemi virus corona atau Covid-19. Tujuh outlet yang tersebar di Bali, Surabaya, dan Jakarta sudah ditutup sejak Maret lalu.
Senada dengan Krisna, Malang Strudel pionir oleh-oleh artis di Malang milik Teuku Wisnu juga terkena imbasnya. Selama pandemic ini, Malang Strudel menutup 80% outletnya, menyisakan dua toko yang masih beroperasi. Namun Malang Strudel masih bisa tetap eksis karena tim kreatif bisa tetap selalu inovatif.
Malang Strudel menambahkan variasi produk berupa frozen food, snack, sayuran dan produk lain untuk kebutuhan sehari hari. Mereka juga menjual paket menu buka/sahur yang dikemas dalam bentuk frozen sebagai strategi untuk bertahan.
Bersambung.
Leave a Reply