Strategi Co-Branding

#31HariMenulis Hari ke-21

Dalam ilmu branding, kita mengenal apa yang disebut cobranding. Sederhananya, cobranding adalah partnership antara dua brands yang berbeda. Tujuannya adalah sinergi. Definisi paling gampang dari sinergi adalah 1 + 1 = 3, bukan 2.

Artinya, “the whole is bigger than the parts,” hasil gabungan lebih besar dari jumlah bagian-bagiannya. Dengan ber-cobranding maka kekuatan brand equity-nya akan berlipat-lipat.

Ambil contoh kerjasama co-branding antara BMW dan Louis Vuitton (LV), 2 brand global yang terkenal dengan kemewahannya. Co-branding kedua brand ini mengusung tema “The Art of Travel”.

Kolaborasi LV dengan BMW i melambangkan kesamaan value keduanya tentang kreativitas, inovasi teknologi dan gaya.  Nilai-nilai luxury dan high quality craftmanship adalah alasan mengapa kampanye co-branding mereka sangat strategis.

Continue reading

Strategi Promosi Pariwisata Indonesia

#31HariMenulis Hari ke-20

Kemarin nulis tentang strategi marketing yang dilakukan untuk pariwisata Indonesia. Strategi ini memodifikasi model dari Philip Kotler dimana 3 elemen utama marketing yaitu Positioning – Differentiation – Branding atau yang sering disebut dengan segitiga PDB, diubah sedikit menjadi Destination – Origination – Time.

Nah, kali ini saya akan melanjutkan turunan strategi marketing tersebut dalah hal promosi pariwisata Indonesia. Strategi promosi yang dilakukan menggunakan pendekatan Branding – Advertising – Selling (BAS).

Branding adalah awal untuk menciptakan awareness dan association terhadap brand Wonderful Indonesia dan Pesona Indonesia, advertising dan selling adalah mendorong wisatawan untuk mengunjungi destinasi-destinasi yang kita tawarkan dengan aktivitas promosi.

Continue reading

Strategi Marketing Pariwisata Indonesia

#31HariMenulis Hari ke-19

Jika kita bicara tentang marketing, secara umum mencakup tiga hal yaitu: customer management, product management, dan brand management. Di pariwisata, konsep ini diubah sedikit menyesuaikan dengan proses bisnis yang ada.

Customer management adalah menyangkut origination, yaitu para wisatawan yang berasal dari target pasar yang kita bidik. Jadi kita mengelola portofolio customer dari berbagai negara yang menjadi target market kita.

Product management kalau di dunia pariwisata adalah destination atau obyek-obyek yang akan dikunjungi oleh wisatawan. Kita mengelola destinasi dan atraksi yang bisa menarik wisatawan untuk dating ke Indonesia.

Kemudian brand management adalah upaya kita untuk memperkuat ekuitas brand (brand equity), dalam hal ini adalah Wonderful Indonesia dan Pesona Indonesia. 

Kita sering mendengar marketing diringkas menjadi PDB (Positioning, Differentiation, Brand). Elemen pertama adalah strategi yang unsur lengkapnya ada tiga yaitu: Segmentation, Targeting, Positioning (STP). Jadi yang diambil hanya unsur Positioning-nya saja.

Lalu elemen kedua adalah taktik yang unsur lengkapnya ada tiga yaitu: Differentiation, Marketing Mix, Selling (DMS). Di sini juga diambil unsur Differentiation-nya saja.

Sedangkan elemen ketiga adalah nilai yang unsur lengkapnya ada tiga yaitu: Branding, Process, Service (BPS). Untuk yang ketiga, elemen yang diambil adalah Process-nya. Kenapa? Karena Process di sini adalah waktu (Time).

Ingat bahwa pariwisata itu sangat sensitif terhadap waktu, sifatnya seasonal. Pariwisata itu menyangkut langsung orang, ia menyangkut pergerakan orang yang ada low dan peak seasons-nya.

Ini berbeda dengan di industri telekomunikasi yang menyangkut pergerakan signal. Di industri telekomunikasi tidak sensitif terhadap waktu karena yang jalan di jaringan adalah signal, bukan orang.

Di industri pariwisata, karena yang jalan adalah orang maka ia sensitif terhadap waktu, jadi peak seasons-nya sangat variatif tergantung liburnya kapan. Ini yang disebut Time di dalam konsep DOT.

Masker is the New Sneaker

#31HariMenulis Hari ke-18

Begitu wabah COVID-19 berlalu, tak serta-merta orang berinteraksi fisik seperti sediakala. Bayang-bayang kematian akibat virus akan terus menghantui. Self-distancing akan menjadi kebiasaan dan kenormalan baru.

Selama krisis COVID-19, masyarakat sudah terbiasa menjaga jarak antar orang, lebih sering mencuci tangan, hingga rajin memakai masker. Mereka juga lebih merenggang ketika mengantri. Bersalaman tangan secara langsung atau cium pipi juga akan semakin berkurang.

Ketika pemakaian masker sudah menjadi keseharian, tak lama lagi masker akan menjadi tren fashion baru. Kira mirip dengan tren fashion hijab beberapa tahun lalu. Ketika hijab telah menjadi keseharian, maka berhijab kemudian berubah menjadi gaya hidup dan tren fashion.

Saat ini berbagai produsen sudah berlomba-lomba memproduksi masker kain dengan berbagai motif dan desain. Salah satunya adalah gerakan yang dinisiasi maskeruntuk.id yang berkolaborasi dengan desainer atau seniman lokal dalam membuat masker.

Brand-brand fashion lain juga mulai menjadikan masker non-medis sebagai lini baru produknya, dengan motif atau desain yang unik dan menarik. Mulai dari motif batik, art kontemporer hingga custom bisa desain sendiri.

Bahkan brand seperti GT Man atau Rider yang spesialis membuat pakaian dalam pria turut membuat masker kain dengan bahan sempak yang sangat nyaman dikenakan.

Ya, masker telah menjadi “the new sneaker”. Masker menjadi fashion statement yang baru, yang menjadi identitas dan self-esteem bagi masyarakat di era new, next atau future normal nanti.

Millennial Kill Everything

#31HariMenulis Hari ke-17

Pada hari buku nasional, yang kebetulan hari ini, saya mau bercerita tentang buku yang saya tulis – atau tepatnya terlibat sebagai salah satu tim penulis – yaitu buku “Millennial Kill Everything”.

Pada awal peluncuran setahun lalu, buku yang diterbitkan Gramedia ini membuat kehebohan di media sosial, khususnya linimasa Twitter. Foto daftar 50 produk/industri/perilaku yang “dibunuh” milenial segera menjadi viral dimana-mana.

Continue reading

Incremental vs Exponential Way of Thinking

#31HariMenulis Hari ke-16

kita sekarang sedang menghadapi kelahiran (yang sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir) apa yang disebut sebagai strategic digital gap.

Untuk menggambarkannya, saya meminjam model dari Deloitte. Saat ini terjadi sebuah gap, dimana sebelumnya in-terms of value, antara kinerja bisnis yang dikelola secara incremental atau linier, dengan kinerja bisnis yang dikelola dengan cara eksponensial.

Change Your Mindset, Change the World! - SU Blog
Gambar dari sini
Continue reading

Siti, Surat dari Praha dan Lovely Man

Tiga hari terakhir ini, berturut-turut saya berkesempatan menonton film Siti, Surat dari Praha dan Lovely Man. Secara kebetulan tiga film ini ternyata punya satu benang merah yang sama, yaitu relasi orang tua dan anak. Relasi yang menurut saya kok lebih menarik dan sentimentil daripada kisah percintaan menye-menye dua muda-mudi.

Film pertama, Siti, sebenarnya tak spesifik berkisah tentang relasi ini. Namun, hubungannya dengan Bagas, anaknya maupun dg ibu mertuanya cukup menarik perhatian (setidaknya bagi saya). Siti yg beban hidupnya sudah terlampau berat menjadi tulang punggung keluarga setelah suaminya lumpuh dan tak mau bicara dengannya, menghadapi anaknya, Bagas yang bandel namun cerdas dan lucu.

Gambar dari sini
Continue reading

New Normal Tourism

#31HariMenulis Hari ke-14

Industri pariwisata nampaknya yang paling terpukul di tengah krisis corona ini. Sektor ini yang paling awal terdampak dan diprediksi yang paling akhir pemulihannya.

Gambar dari Freepik

Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi masalah pariwisata, UNWTO (United Nations World Tourism Organization) merilis efek Corona ke dunia wisata. Sampai 6 April 2020, sebanyak 96% dari destinasi wisata di seluruh dunia sudah menerapkan larangan travel untuk merespons COVID-19. Sekitar 90 tempat wisata sudah menutup pintunya untuk turis, sementara 44 tempat wisata ditutup untuk turis dari beberapa negara tertentu.

Continue reading

Strategi Survival di Masa Corona

#31HariMenulis Hari ke-13

Inventure (2020)

JANGAN MENJADI KATAK YANG DIREBUS!!!

Banyak entrepreneur menganggap bahwa krisis Covid-19 adalah SEMENTARA. Korban terinfeksi mulai teridentifikasi, jumlahnya melonjak, korban meninggal mencapai puncak, kemudian jumlahnya pelan-pelan menurun dan krisis pun berakhir.

Itu sebabnya yang kita lakukan adalah WAIT & SEE. Ditunggu perkembangan, sambil lihat-lihat, toh nanti akan kembali normal seperti sediakala.

Kalau sudah begitu maka kita terjebak pada pola pikir “KATAK DIREBUS”. NO!!!

Continue reading

Corona Kills Everything (Part-2)

#31HariMenulis Hari ke-12

Seperti biasa, melanjutkan postingan sebelumnya tentang Corona Kills Everything, di postingan ini saya akan mengeksplorasi lagi 5 produk/bisnis/perilaku yang menjadi korban “pembunuhan” Corona.

Oiya, topik ini nanti akan saya kompilasi ke dalam buku, sebagai lanjutan serial buku “Millennial Kills Everything” yang sebelumnya viral dan best seller. Bisa pre-order ya…

Coming Soon!

Oke, langsung saja kita lanjutkan!

Continue reading

Copyright © 2025 Farid on Journey

Theme by Anders NorenUp ↑